thuk gumathuk

Thuk Gumathuk adalah bahasa jawa, yang berasal dari kata Gathuk gumathuk atau menggathuk-gathukkan atau bila diterjemahkan ya menyambung-nyambungkan. apa yang disambung pun belum tentu bener-bener nyambung, hanya karena beberapa kesamaan jadi disambung-sambungkan. Thuk gumathuk itu semacam aliran filsafat Jawa. menyambung-nyambungkan kejadian satu dengan yang lain, kadang dapat dipercaya, namun kebanyakan tidak masuk akal.

nah yang saya bahas bukan tentang ilmu Thuk Gumathuk nya namun tentang hal lain,

Jadi ceritanya gini, Tadi Pagi sewaktu berangkat kantor tiba tiba terlintas dalam pikiran tentang pertnyataan dan pernyataan seseorang sesepuh

“kamu pernah patah hati? ditolak atau ditinggal pacar atau apalah itu? | pernah | nah ortu yang cerai itu sakitnya 10 kali dari sakit hati patah hati pacaran, serius, jadi nggak ada apa apanya patah hati itu”

entah kenapa pernyataan dan petanyaan itu tiba2 muncul tadi pagi, mungkin karena kemarin juga baru dengerin cerita temen yang menceritakan masa lalunya tentang ortunya yang juga cerai.

wait, bukan cerita temen itu yang mau saya bahas, saya justru salut ma dia juga ma sesepuh dulu, mereka bisa bertahan dan cukup sukses sekarang,

nah thuk Gumathuk pun mulai, saya langsung teringat ma temen SMA, seorang  gadis yang tidak bisa menangis, mo diapain juga ga bisa nangis, nonton pilem mewek semewek2nya juga ga nangis. dan sayapun menggathukkan jangan jangan dia nggak bisa nangis karena emang apa yang membuat oranglain itu nggak sepahit apa yang pernah dia rasakan, jadi ya ga sampai nangis, karena emang latar belakangnya juga korban broken home.

tapi yah itu cuma thuk gumathuk saya yang ga jelas bener atau nggak.

nah bukan masalah bener atau nggak nya thuk gumathuk tersebut, kalo salah yo wes kalo bener yo wes. tapi masalah perceraian itu sendiri yang jadi pikiran saya. meski bukan dari keluarga broken home, Alhamdulillah bukan, dan jelas saya nggak tahu rasanya para korban, yaitu anak-anak. dan ga mau pura-pura tahu, tapi cukup menjadi konsen saya, apakah perceraian itu perlu? apakah anak2 mampu menjadi korban dari perceraian orang tua?

Jika ditanya, ya pasti saya jawab nggak ingin bercerai jika menikah nanti (pagahal nikah aja belum dah mikir cerai duh Gustraaaa). nggak dan nggak mau. jadi ya nikah itu cuma sekali. itu sakral.

terkesan kolot, terkesan saklek. tapi prinsip.

trus jan jane masalahe opo?

nah kalo di thuk gumathukkan ya intinya dari ngomyang saya ini tadi itu adalah cuma menjelaskan kalo saya nggak suka dengan perceraian.

nah kalau anda?

apa yang kamu berikan?

Siang ini pas keluar kantor buat outsource, di perempatan Mirota kampus terlihat sebuah fenomena yang cukup menggelitik pikir.Yaitu terlihat beberapa nenek-nenek berjajar di pembatas tengah jalan. mereka mengemis disana mengetuk-ketuk jendela mobil yang berhenti di lampu merah mengemis rejeki. Bukan cuma itu, namun yang aneh adalah mereka membuat saya berpikir kalau mereka terorganisir, Mengapa? ya karena gaya mereka sama mulai dari baju kebaya dengan kain jarik + kerudung dan membawa tongkat. walaupun motif dan warna kebayanya beda. But itu saja sudah cukup menarik perhatian dan menimbulkan banyak pertanyaan.

Apakah mereka terorganisir?

apa alasan mereka mengemis?

siapa yang merorganisir jika memang terorganisir?

dimana rumah mereka?

apakah itu profesi?

atau karena memang keadaan?

berapa pendapatan mereka sehari?

untuk apa saja pendapatan mereka?

dimana anak-anak mereka? kok ya tega membiarkan ibu-ibunya ngemis dijalan?

dan pertanyaan demi pertanyaan pun bergulir hingga macet pun terabaikan, tahu-tahu dah di depan. AAHH aku terlalu banyak berpikir, apa sih yang bisa aku berikan saat ini? sebelum aku mau mengambil uang dari saku dan memberi sedekah, nenek-nenek itu justru tidak mendatangi aku dan “DIIIIINNNN” klakson dari belakang berbunyi karena lampu sudah hijau, aku pun lanjut perjalanan balik kantor.

 

nah merefleksi dari kejadian siang ini, bukan dari segi memberi kepada pengemis nya yang aku ambil hikmah, bukan pula dari segi sosial hingga para pengemis itu muncul, bukan pula dari segi organisasi atau apalah… namun dari segi “sudah kah kita memberi sesuatu untuk orang Tua kita, Meringankan beban mereka, sehingga jangan sampai mereka berakhir seperti yang aku lihat tadi?” Naudzubillahi mindzalik.